Kamis, 31 Oktober 2013

fORMULASI SALEP



RENCANA PENELITIAN


JUDUL PENELITIAN           :    FORMULASI SEDIAAN SALEP EKSTRAK METANOL TUMBUHAN ECENG GONDOK (Elchhornia crassipes Solms) TERHADAP BAKTERI Stapylococcus aureus
NAMA MAHASISWA            :    INDRA NUGRAHA
NOMOR MAHASISWA         :    10.201.238
DOSEN PEMBIMBING        :    Prof. H. WAHYUDIN
 

BAB I
PENDAHULUAN

Hidup sehat menjadi idaman bagi setiap insan. Krisis ekonomi yang melanda beberapa waktu lalu ternyata telah mengarahkan pilihan masyarakat dari pengobatan secara medis yang biayanya relatif mahal ke pengobatan alternatif yang lebih ekonomis. Masyarakat semakin jeli memilih produk yang aman, murah, mudah didapat, dan bersifat natural atau sedikit mengandung bahan-bahan kimia sintesis. (Sudewo Bambang, 2004).
1
Penggunaan tanaman obat untuk penyembuhan suatu penyakit didasarkan pada pengalaman yang secara turun temurun diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya. Tanaman obat merupakan suatu komponen penting dalam pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional dipilih sebagai salah satu alternatif jika pengobatan medis tidak membuahkan hasil. Perkembangan pemanfaatan tanaman obat secara tidak langsung dapat dilihat dari perkembangan pemanfaatan obat tradisional. ( Redaksi Agromedia, 2008).
Salah satu tanaman yang digunakan dalam pengobatan tradisional adalah eceng gondok. Di Indonesia enceng gondok yang mengandung Saponin, flavonoida, polifenol, alkaloid, karbohidrat, protein, fosfor, kalium, lemak. Unsur SiO2, calsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (Na), chlorida (Cl), cupper (Cu), mangan (Mn), ferum (Fe) dan banyak lagi. Pada akarnya terdapat senyawa sulfate dan fosfat. Dengan seluruh kandungan kimia yang ada itu, enceng gondok dapat digunakan sebagai obat tenggorokan terasa panas, kencing tidak lancar, biduran dan bisul. Bahkan bunganya yang menawan juga bagus dijadikan bahan obat tradisional.
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Anonim, 2008).
Staphylococcus aureus merupakan bangian terbesar dari flora normal manusia dan termasuk salah satu dari beberapa spesies yang bersifat patogen. Pada pewarnaan, termasuk dalam bakteri gram positif. Staphylococcus aureus sangat penting diketahui karena bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada kulit. Staphylococcus aureus berbentuk koloni khas dengan warna ungu kemerahan. (Djide. N. 2003)
Berdasarkan hal tersebut di atas maka ekstrak eceng gondok berpotensi di formulasi bentuk sediaan salep. Adapun masalah yang timbul yaitu bagaimana memformulasikan suatu bentuk sediaan salep yang bahan aktifnya berasal dari ekstrak eceng gondok dan pada konsentrasi berapa ekstrak enceng gondok dapat menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus.
Tujuan penelitian ini untuk merancang formula sediaan salep dari ekstrak eceng gondok dan untuk mengetahui besarnya daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi industri obat atau obat tradisional dalam pembuatan salep dengan menggunakan bahan alam.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



A.   Uraian Tumbuhan
1.    Klasifikasi Eceng gondok
Divisi                :    Spermatophyta
Sub divisi        :    Angiospermae
Kelas                :    Monocotyledoneae
Suku                :    Pontederiaceae
Marga               :    Eichhornia
Jenis                :   Eichornia crassipes Solms
2.       Nama Daerah
Palembang     :    Kelipuk
Lampung        :    Ringgak
Dayak              :    Ilung-ilung
Manado           :    Tumpe
Makassar         :    Eceng gondok
3.  Morfologi Eceng gondok
4
Eceng gondok hidup mengapung bebas bila airnya cukup dalam tetapi berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut          
4.  Khasiat Kegunaan.
Khasiat eceng gondok dapat digunakan sebagai obat tenggorokan terasa panas, kencing tidak lancar, biduran dan bisul
5.  Kandungan Zat Kimia
Saponin, flavonoida, polifenol, alkaloid, karbohidrat, protein, fosfor, kalium, lemak. Unsur SiO2, calsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (Na), chlorida (Cl), cupper (Cu), mangan (Mn), ferum (Fe) dan banyak lagi. Pada akarnya terdapat senyawa sulfate dan fosfat.
Daunnya kaya senyawa carotin dan bunganya mengandung delphinidin-3-diglucosida. Dengan seluruh kandungan kimia yang ada itu, eceng gondok dapat menyembuhkan tenggorokan terasa panas, kencing tidak lancar, biduran dan bisul. Kandungan senyawa penting tadi terdapat diseluruh organ tanaman dari akar sampai daun dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Bahkan bunganya yang menawan juga bagus dijadikan bahan obat tradisional.

B.   Uraian  Salep
1.    Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Anonim, 2011).
Adapun fungsi dari salep adalah:
a.  Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.
b.  Sebagai bahan pelumas kulit.
c.   Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit (Anief, 2005).
2.     Dasar salep
Dasar salep yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
a.  Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih berminyak maka sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolien. Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan tidak memungkinkan hilangnya lembab ke udara dan sukar dicuci. Kerjanya sebagai bahan penutup saja (Ansel, 2005).

b.  Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorpsi dibagi menjadi 2 tipe: (a) yang memungkinkan percampuran larutan berair, hasil dari pembentukan emulsi air dan minyak, (b) yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya sedikit penambahan jumlah larutan berair. Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Seperti dasar salep berlemak, dasar salep absorpsi tidak mudah dihilangkan dari kulit oleh pencucian air (Ansel, 2005).
C.   Uraian Bakteri
Nama bakteri itu berasal dan kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop.
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi, atas tiga golongan, yaitu golongan basil, golongan kokus, dan golongan spiral.Basil (dari bacillus) berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang, bergandengan dua-dua atau terlepas satu sama lain. Yang bergandenggan dengan panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil, Ujung-ujung basil yang terlepas satu sama lain itu tumpul, sedang ujung yang masih bergandengan itu tajam.
Kokus (dari coccus) adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada, yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher  disebut Streptokokus, ada yang bergandengan dua-dua, disebut diplokokus, ada yang mengelompok berempat, disebut tetrakokus, kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilokokus, sedang kokus yang mengelompok serupa kubus disebut sarsina.
Spiril (dari spirillium) ialah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral itu tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jika dibanding dengan golongan kokus maupun golongan basil.
Bentuk tubuh bakteri terpengaruhi oleh keadaan medium dan oleh usia. Maka untuk membandingkan bentuk serta besar kecilnya bakteri perlulah diperhatikan bahwa kondisi bakteri itu harus sama, temperature dimana piaraan itu di simpan harus sama, penyinaran oleh sumber cahaya apapun harus sama, dan usia piaraan pun harus sama. Pada umumnya bakteri dan piaraan yang masih muda, yaitu sekitar 6 sampai 12 jam, nampak lebih besar daripada bakteri yang berasal dan koloni yang lebih tua. Bakteri dan koloni yang sudah tua sering menunjukkan kelainan-kelainan seperti, sel-sel yang mempunyai cabang, sel-sel yang agak besar dan tak beraturan bentuknya. Kecuali itu, Didalam piaraan yang agak tua selalu kedapatan sel-sel yang sudah mati. Bakteri yang menunjukkan kelainan-kelainan akan memperoleh bentuknya yang normal kembali, apabila dipiara dalam medium yang baru.
D.   Uraian Kulit       
Kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu :
1.    Lapisan Epidermis/lapisan luar (kutikula)
2.    Lapisan Dermis/kulit sebenarnya (korium, kutis)
3.    Lapisan hypodermis (subkutis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. Epidermis  relative tipis, rata-rata 0,1 – 0,2 mm tebalnya, sedangkan dermis sekitar 2 mm. Dua lapisan ini dipisahkan oleh suatu membrane basal.
Ad. 1 Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas : Stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basal yang memberikan sel baru bagi lapisan sel lain. Sel baru ini menjadi sel duri (stratum spinosum) dan nantinya menjadi keratin dalam stratum korneum terluar, yakni lapisan tanduk. Lapisan ini secara berangsur-angsur dibuang. Proses ini memerlukan waktu sekitar 4 minggu. Epidermis juga mengandung melanosit yang menghasilkan pigmen, sel langerhans yang bertindak sebagai makrofag dan limfosit.
Ad. 2 Lapisan Dermis
Lapisan ini merupakan lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Dermis terutama terdiri atas kolagen dan elastin yang merupakan struktur penting untuk menyokong kulit.
Ad. 3 Lapisan Hipodermis
1.    Lapisan ini merupakan kelanjutan dari dermis. Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh fibrosa (Fissher, A.A ; 1982).
E. Metode Ekstraksi bahan alam.
1.            Tujuan ekstraksi.
Ekstraksi bertujuan untuk menarik komponen-komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan pelarut organik diluar sel. Proses ini berulang terus sampai terjadi keadaan seimbang antara konsentrasi cairan zat aktif didalam dan diluar sel.
2.              Ekstraksi secara maserasi.
Maserasi adalah cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Selama beberapa hari (biasanya 5 hari) pada temperatur kamar dan terlindungi dari cahaya. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari.
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa, air, ethanol, air-ethanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah untuk timbulnya kapang (jamur), dapat ditambahakan bahan pengawet seperti alkohol 70% yang diberikan pada awal penyarian. Maserasi ini sendiri mempunyai keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungan maserasi adalah cara pengerjaan dan alat yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan dan kerugian cara pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Depkes, 1986).






F.    Uraian Bakteri Uji Staphylococcus aureus (Bonang, 1982)
1. Klasifikasi
Kerajaan         :  Procaryotae
Divisi                :  Firmicutes
Kelas                :  Eubacteriaceae
Bangsa            :  Eubacteriales
Suku                :  Micrococcaceae
Marga               : Staphylococcus
Jenis                : Staphylococcus aureus
1.   Sifat dan Morfologi
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, berbentuk bulat, bergaris tengah 0,5 - 1,5 mikrometer, terdapat bergerombol seperti buah anggur, berbentuk rantai pendek atau berpasangan, tidak bergerak, tidak tahan asam, di atas pembenihan padat berupa koloni bulat dengan diameter 1-2 mm, sedikit cembung, amorf, tidak transparan. Biasanya terdapat di atas permukaan kulit, saluran pernapasan bagian atas, saluran kencing, mulut dan hidung, jaringan kulit bagian dalam dari bisul bernanah, infeksi luka, radang paru-paru dan selaput lendir lainnya, dapat tumbuh pada suhu 10 - 45°, suhu pertumbuhan optimum 37°C, pada pH 7,0 - 7,5. Kuman ini dapat menginfeksi setiap jaringan ataupun alat tubuh dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses.
G. Pengujian secara mikrobiologi (Djide, Globel, 1991)
Dikenal beberapa pengujian secara biologis terhadap daya mikroba dan bahan-bahan kemoterapeutik seperti antibakteri, antiseptik dan desinfektan. Umumnya pengujian mikrobiologis dilakukan terhadap kebanyakan antimikroba. Tetapi cara pengujian ini dapat dipakai untuk bahan-bahan lain yang mempunyai kemampuan menghambat dan menumbuh pertumbuhan mikroorganisme. Cara pengujian aktivitas antimikroba dalam hal ini adalah metode difusi.
Pada metode ini kemampuan antibakteri atau mikroba ditentukan berdasarkan luasnya daerah penghambatan yang tertentu. Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara:
1.    Cara difusi dengan plat silinder
Cara ini berdasarkan atas perbandingan antara daerah hambatan yang dibentuk oleh larutan contoh terhadap pertumbuhan dari mikroba dengan daerah hambatan yang terjadi oleh larutan contoh dimaksukkan kedalamnya.
2.    Cara difusi dengan plat mangkok
Prinsip ini sama dengan plat silinder. Perbedaannya pada cara ini menggunakan alat berupa Cup Plate yaitu lubang atau semacam mangkuk yang diletakkan diatas medium.
3.  Cara difusi dengan kertas saring
Perbedaan dari kedua cara diatas menggunakan kertas saring yang dibuat dengan bentuk dan ukuran tertentu, berbentuk bulat dengan diameter 7-10 mm. Cara ini cepat dan praktis dan alat yang digunakan sederhana. Pengamatan setelah masa inkubasi melihat daerah hambatan yang terjadi.

4. Cara difusi Kirby-bauer
Cara ini menggunakan kertas saring dan cawan petri digunakan berukuran 150 x 15 mm sehingga langsung dapat diuji dengan berbagai konsentrasi larutan contoh.
5. Cara difusi agar berlapis
Modifikasi cara Kirby-bauer menggunakan dua lapis agar lapisan dasar (Based layer) dan lapisan atas (Seed layer) mengandung mikroba.









H. Uraian Bahan
1.    Aqua destillata (Ditjen POM, 1979)
 Nama Resmi                       :  AQUA DESTILLATA
 Nama Lain                          :  Air suling, Aquadest
 Rumus Molekul                 :  H2O
 Berat Molekul                     : 18,02
 Pemeria                               :  Air suling merupakan cairan jernih;   tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.
 Penyimpanan                    : Dalam wadah tertutup baik
 K/P                                        : Sebagai pelarut
2.    Cera Alba  (Ditjen POM, 1979)
 Nama Resmi                      :  CERA ALBA
 Nama Lain                          :  Malam putih
   Pemerian                          : Zat padat, lapisan tipis bening putih kekuningan, bau khas lemah.
 Kelarutan                             : praktis tiadak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P dingin larut dalam kloroform P, dalam eter hangat, dalam minyak lemak dan minyak atrsiri.
 Penyimpanan                    : Dalam wadah tertutup baik
 K/P                                        :  Zat tambahan                                            
3.    Cetaceum (Ditjen POM, 1979)
 Nama Resmi                      : CETACEUM
 Nama Lain                          : setaceum, spemaceti
 Pemerian                            :  Massa hablur, bening, licin,putih  mutiara, bau dan rasa lemah.
 Kelarutan                            :  Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol (95%) P dingin, larut dalam 20 bagian etanol (95%) mendidih, dalam kloroform P, dalam eter P dan karbondisulfida P, daalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri.
 Penyimpanan                    : Dalam wadah tertut baik
 K/P                                        : Sebagai zat tambahan

4.    Paraffin Liquid (Ditjen POM, 1979)
 Nama Resmi                      : PARAFIN LIQUIDUM
 Nama Lain                          : Parafin cair
 Pemerian                            :  Cairan kental, transparan, tidak berflrosensi, tidak berwarna, hamper tidak berbau, hamper tidak mempunyai rasa.
 Kelarutan                            : Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%) P, larut dalam klorofrm dan dalam eter P.
 K/P                                        : Sebagai laksativum
5.    Natrium Tetraborat (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi                        : NATRII TETRABORAS
Nama Lain                           : Natrium tetraboras, boraks
Pemerian                              :  Hablur transparan tidak berwarna, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin, dan basa. Dalam udarah kering merapuh
Kelarutan                              : Larut dalam 20 bagian air, dalam 0,6 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang satu bagian gliserol, praktis tidak larut dalam etanol.
K/P                                         : antiseptikum eksterm

BAB III
METODE PENELITIAN

A.   Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dilakukan secara eksperimental, yang merupakan penelitian di laboratorium dengan menggunakan rancangan eksperimental sederhana.
B.   Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Farmaseutika Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Timur Makassar dan di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Timur pada bulan Oktober 2011 - Februari 2012.
C.   Alat dan Bahan
1.  Alat yang digunakan
a.  Autoklaf
b.  Batang Pengaduk
c.   Botol pengencer 100 ml
d.  Botol semprot
e.  Bunzen
f.Cawan petri
g.  Erlenmeyer
h.  Gelas kimia 500 ml
i.   
17
Gelas ukur 25 ml
j.    Gunting
k.   Inkubator
l.    Konduktivitas listrik
m. Masker
n.  Mikroskop Okuler
o.  Ose bulat
p.  Oven
q.  Penangas air /water bath
r.    Pencadang
s.   pH meter (Lutron pH 1,02)
t.    Pinset
u.  Pipet micro
v.   Rak tabung
w. Tabung reaksi
x.   Timbangan analitik (Sartorius)
y.   Viskometer (Brookfield)   
2.    Bahan :
a.  Aluminium foil
b.  Aquadest
c.   Cetaceum
d.  Cera alba
e.  Biakan bakteri Staphylococcus aureus
f.    Paraffin liquidum
g.  Metanol
h.  Natrii tetraboras
i.    Larutan Garam Fisiologis NaCl 0,9 %
j.    Medium Nutrient Agar
D.   Penyiapan Sampel
1.  Pengambilan sampel
Sampel yang digunakan adalah tanaman eceng gondok yang diperoleh di kota Makassar.
2.  Pengolahan sampel
        Sampel penelitian berupa tanaman enceng gondok yang telah dikumpulkan, dibersihkan kemudian dipotong kecil-kecil, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung.
3.  Pembuatan ekstrak metanol enceng gondok dengan maserasi
       Tanaman  eceng gondok yang telah dipotong kecil-kecil ditimbang sebanyak 500 gram, kemudian dimasukkan kedalam toples, kemudian dimasukkan cairan penyari metanol, hingga simplisia tersebut terendam seluruhnya dengan cairan penyari, toples ditutup. Kemudian disimpan selama 5 (lima) hari ditempat yang terlindung dari cahaya, sambil diaduk berulang kali. Setelah itu diserkai dengan kain flannel, dan dimasukkan kedalam botol (diulang 3x dengan perlakuan yang sama), lalu disimpan ditempat terlindung dari cahaya. Ekstrak cair yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan Rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental, selanjutnya diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental
E.   Rancangan Formula
Tabel I. Formula Sediaan salep dengan menggunakan ekstrak methanol tanaman eceng gondok

Bahan
Konsentrasi (%)
F1
F2
F3
F4
Ekstrak eceng gondok
kontrol
0,5
1
2
Cetaceum
6,26
6,26
6,26
6,26
Cera alba
6
6
6
6
Paraffin liqudum
28
28
28
28
Natrium tetraborat
250
250
250
250
Aquadest
9,5
9,5
9,5
9,5

F.    Pembuatan Sediaan Salep
1.    Ditimbang semua bahan sesuai dengan perhitungan masing-masing.
2.    Fase minyak dibuat dengan meleburkan asam cetaceum, cera alba, dan paraffin liquidum pada suhu 70oC di atas penangas  sambil diaduk.
3.    Fase air dibuat dengan cara melarutkan natrium tetraboras dalam air pada suhu 70oC, kemudian ditambahkan lalu diaduk hingga semua bahan larut.
4.    Setelah keduanya  mencapai suhu yang sama (70oC), dituang fase minyak ke dalam fase air. Kemudian diaduk dengan pengaduk elektrik selama 2 menit. Kemudian didiamkan selama 20 detik lalu diaduk kembali sampai terbentuk basis salep yang homogen.
5.    Setelah itu dimasukkan ekstrak eceng gondok sedikit demi sedikit dan diaduk sampai homogen.
6.    Salep yang terbentuk kemudian diuji secara mikrobiologi.
7.    Dibuat formula II dan III seperti cara kerja formula I. Perbedaannya
hanya pada konsentrasi ekstrak eceng gondok yang akan digunakan.
G.   Evaluasi Organoleptis dan Homogenitas
1.           Evaluasi Hasil Sediaan.
Pengamatan organoleptik meliputi bentuk, warna, bau dari sediaan salep (Anief, 1997).
2.           Uji Aktivitas Antimikroba
a.  Penyiapan medium Medium Nutrient Agar
Komposisi:
Ekstrak daging sapi          3 g
Pepton                                 5 g
Agar                                   15 g
Air suling              ad   1000 ml

Cara Pembuatan :
Semua bahan ditimbang, kemudian disuspensikan dengan air suling, kemudian dipanaskan diatas waterbatch hingga semua bahan larut sempurna dan diatur pH 7, kemudian dicukupkan volumenya hingga 1000 ml. Selanjutnya disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit dengan tekanan 1 atm.
b.  Peremajaan bakteri uji
Bakteri uji staphylococcus aureus yang berasal dari biakan murni di ambil satu ose dan diinokulasikan dengan cara di goreskan secara zig zag pada medium NA miring kemudian diinkubasi dalam incubator pada suhu 37° C selama 1 x 24 jam.
c.   Pembuatan suspensi bakteri uji
Bakteri uji yang telah diremajakan diambil sebanyak 1 ose lalu di suspensikan dengan 3 ml larutan garam fisiologis NaCl 0,9 % steril lalu di homogenkan.
d.  Pembuatan suspensi salep
Dibuat suspensi salep uji formula kontrol dan formula konsentrasi 0,5%, 1% dan 2 % dengan cara ditimbang salep  formula kontrol sebanyak 1,0 gram, dimasukkan kedalam Erlemeyer, kemudian ditambahkan pelarut air steril secukupnya, diaduk sampai homogen dan cukupkan volumenya hingga 10 ml, Cara yang sama dilakukan dengan formula konsentrasi 0,5 %, 1% dan 2 %.    

e.  Pengujian aktivitas antimikroba
Pengujian aktivitas antimikroba sampel terhadap pertumbuhan staphylococcus aureus dilakukan dengan metode difusi agar berlapis. Disiapkan cawan petri sesuai dengan yang dibutuhkan. Medium NA (Nutrient Agar) steril dituang ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml dan di biarkan memadat, lapisan ini disebut lapisan dasar (based layed). Kemudian dibuat lapisan kedua (seed layer) yang mengandung medium nutrient agar 5 ml dan suspensi bakteri uji sebanyak 0,02 ml di dalam medium NA, dibiarkan hingga setengah memadat. Setelah itu, pecandang diletakkan secara aseptik pada permukaan seed layer tersebut dengan jarak pencadang 2 - 3 cm dari pinggir cawan petri. Kemudian masing-masing larutan sampel konsentrasi 0,5 %, 1%, 2% dan larutan kontrol dimasukkan kedalam pencandang sebanyak 0,2 ml, kemudian diinkubasi pada suhu 37° C selama 1 x 24 jam. Diukur diameter zona hambat dari pertumbuhan bakteri dengan menggunakan mistar geser, mencatat hasil pengamatan.
H.    Pengamatan dan Pengolahan Data
Pengamatan dan pengolahan data dilakukan dengan mengamati setelah masa inkubasi 1 x 24 jam, diukur daerah hambatan dengan menggunakan mistar geser lalu dianalisis menggunakan persamaan regresi linier.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Ekstrak, http// Medicafarma-blogspot.com,

Anonim, 2008, salep. Dari Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia-http//id Wikipedia-org/colki/salep

Ancel, H, C. 2005.  Pengntar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada, University Press, Yogyakarta

Bonang, C. Koeswardono, E.S. 1982. Mikrobiologi Kedokteran, PT. Gramedia, Jakarta.

Djide, M.N. Globel, R.B. 1991. Metode Instrumental Dalam  Mikrobiologi Umum, Fakultas MIPA UNHAS, Makassar.

Djide, N. 2003. Mikrobiologi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNHAS, Makassar

Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan  Republik Indonesia, Jakarta.

Ditjen POM, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan  Republik Indonesia, Jakarta.

Lund Wolter, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12 th Ed. Principle and Practice of Pharmaceutics, The Pharmaceutial Press, London.

Pearce, Evelyn, C. 1999, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Redaksi Agromedia, 2008. Buku Pintar Tanaman Obat, PT. Agromedia Pustaka. Jakarta

Sudewo Bambang, 2004. Tanaman Obat Populer, Cetakan Pertama, PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.






Kesimpulan
Pembahasan 
Biakan Murni
Staphylococcus aureus
Pembuatan salep
Formula kontrol  
Formula Sediaan
( ekstrak eceng gondok )
konsentrasi 0,5 %, 1 %, 2 %
Suspensi Bakteri Uji
Diinokulasi 1 ose kedalam medium NA
Diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam
Biakan murni hasil peremajaan
-  Di suspensikan dengan NaCl 0,9 % b/v
Medium nutrient agar (NA)
-  Dibuat based layer dan dibiarkan memadat
-  Dibuat seed layer
-  Diletakkan pencadang 
Pengujian daya hambat
-  Di isi pencadang dengan suspensi sampel
-  Di inkubasi pada suhu 370C selama 1x 24 jam  
Pengamatan dan pengukuran zona hambatan
Pengumpulan dan pengolahan data 
Formula sampel
Dilarutkan dengan
konsentrasi 0,5 %, 1 %, 2 %
 





















Skema Kerja :   Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Metanol Tumbuhan Eceng Gondok (Eichhonarma Crassipes Solms) Terhadap Bakteri Stapylococcus Aureus